lAMPUNGbLOGGING DPR
akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu setelah
melalui sembilan bulan pembahasan. Undang-undang baru tersebut mengakomodasi
usul pemerintah bahwa presiden hanya dapat diusung oleh partai politik atau
gabungan partai yang memperoleh sedikitnya 20 persen kursi di DPR atau 25
persen suara sah nasional pada pemilu legislative 2014. Adanya UU Pemilu tersebut,
tentunya secara tidak langsung akan mengubah peta politik untuk Pemilu di 2019.
Sejumlah
kalangan menilai tingginya angka presidential threshold, yang akan dihitung menggunakan hasil Pemilu 2014, telah
memperkecil peluang munculnya calon baru dalam pemilihan presiden 2019. Beleid
yang diatur dalam UU tersebut diperkirakan hanya mempertemukan lagi dua kubu
yang bertarung tiga tahun lalu: Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
“Pemilihan presiden nanti akan menjadi
kelanjutan pertarungan sebelumnya,” kata pengamat politik Yunarto Wijaya
sebagaimana di tulis TEMPO
Hingga saat ini sedikitnya lima partai politik telah menyatakan
dukungannya untuk kembali mencalonkan Jokowi, yaitu NasDem, Golkar, Partai
Persatuan Pembangunan, Hanura, dan PKPI—yang tak punya kursi. Ketua Dewan
Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Hendrawan Pratikno mengatakan partainya, meski belum
resmi memutuskan, akan tetap mendukung Jokowi. Dia menilai calon di luar Jokowi
akan sulit melenggang karena sulit memperoleh modal politik. Meski demikian,
Hendrawan menilai peluang munculnya calon selain Jokowi dan Prabowo tetap
terbuka. “Tarik-menarik kepentingan akan seru,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi
II DPR Lukman Edi memprediksi mengenai
kemungkinan calon presiden yang muncul di Pemilihan Presiden 2019 hanya akan ada
empat orang. Edy yakin tidak akan ada calon tunggal pada Pilpres mendatang.
"Kalau melihat konstelasi politik hari ini atau melihat
hasil pemilu 2014 yang lalu maka bonggol-bonggol suara yang dimiliki partai
politik saat ini, saya memprediksi minimal dua maksimal empat," ujar Edy
di Jakarta, Sabtu (22/7/2017) sebagaimana di tulis TRIBUN
Terpisah, Ketua Kelompok
DPD RI di MPR RI John Pieris memprediksi bakal ada dua pasangan calon presiden
pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
"Mencermati poros
kekuatan politik saat ini, masih relatif sama dengan poros kekuatan politik
pada pemilu 2014. Karena itu saya memperkirakan, akan tampil dua pasangan calon
presiden pada pemilu 2019," kata dia pada diskusi 'RUU Pemilu dan
Perwujudan Keseimbangan Kewenangan DPR dan DPD' di Gedung MPR/DPR/DPD RI,
Jakarta, Rabu (19/7) sebagaimana di tulis REPUBLIKA
Sementara itu, pertemuan
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo
Subianto dan Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),
beberapa bulan yang lalu, disebut-sebut menjadi isyarat dua partai
non-pemerintah ini bakal berkoalisi di pemilihan umum serentak 2019.
Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menyatakan bahwa
partainya sangat berpeluang menjalin koalisi dengan Partai Demokrat (PD) untuk
Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.
"Tentu Demokrat adalah partai yang
sangat harus diperhitungkan. Gerindra akan senang apabila bisa
sama-sama berkoalisi dengan Demokrat, PKS, PAN, atau partai lainnya," kata
Riza di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/7) sebagaimana ditulis JPPN
Lantas, apakah pertemuan itu sebagai
pertanda untuk menyandingkan Prabowo dengan Agus Harimurti Yudhoyono?
Riza mengatakan, saat ini masih terlalu dini berbicara soal figur pendamping
Prabowo.
Karena itu dia menegaskan, tidak mungkin memaksakan figur tertentu
untuk menjadi pendamping Prabowo. Sebab, partainya akan melihat integritas,
kompetensi, akseptabilitas, akuntabilitas dan hasil survei.
Jadi, kata Riza menegaskan, sampai saat ini masih ada banyak
nama yang berpeluang mendampingi Prabowo di Pilpres 2019. Antara lain Agus
Harimurti Yudhoyono (AHY), Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Presiden PKS
Sohibul Iman dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.
Isu terbaru, Fahri Hamzah,
Wakil Ketua DPR RI yang tekenal kritis dengan Pemerintahan Jokowi-JK, juga punya
kans menjadi pendamping Prabowo Subianto.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas
Paramadina Hendri Satrio menilai, peluang Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah jadi
Cawapres atau calon wakil presiden di Pilpres 2019 cukup terbuka.
“Boleh-boleh saja Fahri maju Pilpres 2019, namun Fahri harus
mencari pijakan partai politik dulu,” kata Hendri, Rabu (30/8) senbagaimana
ditulis PRIBUMINEWS
Hendri menyatakan, jika tidak memiliki pijakan partai politik,
maka Fahri tidak mungkin berhasil dalam Pilpres 2019. Sebab, dia tidak memiliki
massa pendukung. “Kalau pijakan partai politik enggak ada, enggak punya massa
dia (Fahri),” ucap Hendri.
Selain itu, Hendri menyatakan, hingga saat ini, belum ada
keputusan dari Prabowo untuk maju dalam Pilpres 2019. “Prabowo belum tentu maju
ya di pilpres,” ungkapnya