Lampung Blogging_ Apa kabar rekan Lampung Blogging. Kali ini
admin akan berbagi info mengenai salah satu tokoh nasional. Tepatnya Pejuang
Kemerdekaan sekaligus tokoh agama islam di tanah air. Adalah KH. Mohammad Hasyim
Asy'ari, atau biasa disapa, KH
Hasyim Ashari. Lahir pada tanggal 10
April 1875 atau menurut penanggalan arab pada tanggal 24 Dzulqaidah 1287H di
Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
KH Hasyim Asy'ari merupakan pendiri Nahdlatul
Ulama yaitu sebuah organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. Putra
dari pasangan Kyai Asyari dan Halimah, Ayahnya Kyai Ashari merupakan seorang
pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. KH Hasyim Ashari sendiri merupakan anak ketiga dari 11
bersaudara. Dari garis keturunan ibunya,
KH Hasyim Ashari merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan
Pajang). Mendapatkan pendidikan dan nilai-nilai dasar Islam yang kokoh dari
Ayah dan Ibunya.
Sejak
anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan KH Hasyim Ashari memang sudah
nampak. Di antara teman sepermainannya, ia kerap tampil sebagai pemimpin. [1]
Dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu ayahnya mengajar santri-santri
yang lebih besar ketimbang dirinya. Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan kedua
orang tuanya, berkelana memperdalam ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain.
Mula-mula ia menjadi santri di Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian pindah
ke Pesantren Langitan, Tuban. Pindah lagi Pesantren Trenggilis, Semarang. Belum
puas dengan berbagai ilmu yang dikecapnya, ia melanjutkan di Pesantren
Kademangan, Bangkalan di bawah asuhan Kyai Cholil.
KH
Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman
yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, beliau berkelana menimba
ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo,
Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren
Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo. Tak lama di sini,
Hasyim pindah lagi di Pesantren Siwalan, Sidoarjo. Di pesantren yang diasuh Kyai
Ya'qub inilah, agaknya, Hasyim merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang
diinginkan. Kyai Ya'qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim
dalam ilmu agama. Cukup dalam lima tahun Hasyim menyerap ilmu di Pesantren
Siwalan. Dan rupanya Kyai Ya'qub sendiri kesengsem berat kepada pemuda yang
cerdas dan alim itu. Maka, Hasyim bukan saja mendapat ilmu, melainkan juga
istri.
Pada
usia 21 tahun ia menikah dengan Chadidjah, salah satu puteri Kyai Ya'qub. Tidak
lama setelah menikah, Hasyim bersama istrinya berangkat ke Mekkah guna
menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan di
sana, Hasyim kembali ke tanah air, sesudah istri dan anaknya meninggal. Tahun
1893, ia berangkat lagi ke Tanah Suci. Sejak itulah ia menetap di Mekkah selama
7 tahun dan berguru pada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudh At
Tarmisi, Syaikh Ahmad Amin Al Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Said Yamani,
Syaikh Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin
Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al Habsyi.
Tahun
1899 pulang ke Tanah Air, Hasyim mengajar di pesanten milik kakeknya, Kyai
Usman. Tak lama kemudian ia mendirikan Pesantren Tebuireng. Kyai Hasyim bukan
saja Kyai ternama, melainkan juga seorang petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya
puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, biasanya Kyai Hasyim istirahat tidak
mengajar. Saat itulah ia memeriksa sawah-sawahnya. Kadang juga pergi Surabaya
berdagang kuda, berdagang besi dan berdagang hasil pertaniannya. Dari bertani dan berdagang
itulah, Kyai Hasyim menghidupi keluarga dan pesantrennya.
Tahun
1899, Kyai Hasyim membeli sebidang tanah dari seorang dalang di Dukuh Tebu
ireng. Letaknya kira-kira 200 meter sebelah Barat Pabrik Gula Cukir,
pabrik yang telah berdiri sejak tahun 1870. Dukuh Tebu ireng terletak di arah
timur Desa Keras, kurang lebih 1 km. Di sana beliau membangun sebuah
bangunan yang terbuat dari bambu (Jawa: tratak) sebagai tempat tinggal. Dari
tratak kecil inilah embrio Pesantren Tebu ireng dimulai. Kyai Hasyim mengajar
dan salat berjamaah di tratak bagian depan, sedangkan tratak bagian belakang
dijadikan tempat tinggal. Saat itu santrinya berjumlah 8 orang, dan tiga bulan
kemudian meningkat menjadi 28 orang.
Setelah
dua tahun membangun Tebu ireng, Kyai Hasyim kembali harus kehilangan istri
tercintanya, Nyai Khodijah. Saat itu perjuangan mereka sudah menampakkan hasil
yang menggembirakan. Kyai Hasyim kemudian menikah kembali dengan Nyai Nafiqoh,
putri Kyai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Dari pernikahan ini Kyai
Hasyim dikaruniai 10 anak, yaitu: (1) Hannah, (2) Khoiriyah, (3) Aisyah, (4)
Azzah, (5) Abdul Wahid, (6) Abdul Hakim (Abdul Kholik), (7) Abdul Karim, (8)
Ubaidillah, (9) Mashuroh, (10) Muhammad Yusuf. Pada akhir dekade 1920an, Nyai
Nafiqoh wafat sehingga Kyai Hasyim menikah kembali dengan Nyai Masruroh, putri
Kyai Hasan, pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan
ini, Kyai Hasyim dikarunia 4 orang putra-putri, yaitu: (1) Abdul Qodir, (2)
Fatimah, (3) Khotijah, (4) Muhammad Ya'kub.
Pernah
terjadi dialog yang mengesankan antara dua ulama besar, KH Muhammad Hasyim
Asy'ari dengan KH Mohammad Cholil, gurunya. "Dulu saya memang mengajar
Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan,"
kata Mbah Cholil, begitu Kyai dari Madura ini populer dipanggil. Kyai Hasyim
menjawab, "Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan
kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya,
seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan,
akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya." Tanpa merasa
tersanjung, Mbah Cholil tetap bersikeras dengan niatnya. "Keputusan dan
kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa
kami akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada
Tuan," katanya.
Karena
sudah hafal dengan watak gurunya, Kyai Hasyim tidak bisa berbuat lain selain
menerimanya sebagai santri. Lucunya, ketika turun dari masjid usai shalat
berjamaah, keduanya cepat-cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling
mendahului karena hendak memasangkan ke kaki gurunya. Sesungguhnya bisa saja
terjadi seorang murid akhirnya lebih pintar ketimbang gurunya dan itu banyak
terjadi. Namun yang ditunjukkan Kyai Hasyim juga Kyai Cholil adalah kemuliaan
akhlak. Keduanya menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati, dua hal
yang sekarang semakin sulit ditemukan pada para murid dan guru-guru kita.
Mbah
Cholil adalah Kyai yang sangat termasyhur pada jamannya. Hampir semua pendiri
NU dan tokoh-tokoh penting NU generasi awal pernah berguru kepada pengasuh
sekaligus pemimpin Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, ini. Sedangkan Kyai
Hasyim sendiri tak kalah cemerlangnya. Bukan saja ia pendiri sekaligus pemimpin
tertinggi NU, yang punya pengaruh sangat kuat kepada kalangan ulama, tapi juga
lantaran ketinggian ilmunya. Terutama, terkenal mumpuni dalam ilmu Hadits.
Setiap Ramadhan Kyai Hasyim punya 'tradisi' menggelar kajian hadits Bukhari dan
Muslim selama sebulan suntuk. Kajian itu mampu menyedot perhatian ummat Islam.
Maka tak heran bila pesertanya datang dari berbagai daerah di Indonesia,
termasuk mantan gurunya sendiri, Kyai Cholil. Ribuan santri menimba ilmu kepada
Kyai Hasyim.
Setelah
lulus dari Tebuireng, tak sedikit di antara santri Kyai Hasyim kemudian tampil
sebagai tokoh dan ulama kondang dan berpengaruh luas. KH Abdul Wahab
Chasbullah, KH Bisri Syansuri, KH. R. As'ad Syamsul Arifin, Wahid Hasyim
(anaknya) dan KH Achmad Siddiq adalah beberapa ulama terkenal yang pernah
menjadi santri Kyai Hasyim. Tak pelak lagi pada abad 20 Tebuireng merupakan
pesantren paling besar dan paling penting di Jawa. Zamakhsyari Dhofier, penulis
buku 'Tradisi Pesantren', mencatat bahwa pesantren Teb uireng adalah sumber
ulama dan pemimpin lembaga-lembaga pesantren di seluruh Jawa dan Madura. Tak
heran bila para pengikutnya kemudian memberi gelar Hadratus-Syaikh (Tuan Guru
Besar) kepada Kyai Hasyim.
Karena pengaruhnya yang demikian kuat itu,
keberadaan Kyai Hasyim menjadi perhatian serius penjajah Belanda. Belanda
berusaha untuk merangkulnya. Di antaranya ia pernah dianugerahi bintang jasa
pada tahun 1937, tapi ditolaknya. Justru Kyai Hasyim sempat membuat Belanda
kelimpungan. Pertama, ia memfatwakan bahwa perang melawan Belanda adalah jihad
(perang suci). Belanda kemudian sangat kerepotan, karena perlawanan gigih
melawan penjajah muncul di mana-mana. Kedua, Kyai Hasyim juga pernah
mengharamkan naik haji memakai kapal Belanda. Fatwa tersebut ditulis dalam
bahasa Arab dan disiarkan oleh Kementerian Agama secara luas. Keruan saja, Van
der Plas (penguasa Belanda) menjadi bingung. Karena banyak ummat Islam yang
telah mendaftarkan diri kemudian mengurungkan niatnya. Namun sempat juga Kyai
Hasyim mencicipi penjara 3 bulan pada l942.
Masa
awal perjuangan Kyai Hasyim di Tebu ireng bersamaan dengan semakin represifnya
perlakuan penjajah Belanda terhadap rakyat Indonesia. Pasukan Kompeni ini tidak
segan-segan membunuh penduduk yang dianggap menentang undang-undang penjajah.
Pesantren Tebu ireng pun tak luput dari sasaran represif Belanda. Pada tahun
1913 M., intel Belanda mengirim seorang pencuri untuk membuat keonaran di
Tebuireng. Namun dia tertangkap dan dihajar beramai-ramai oleh santri hingga
tewas. Peristiwa ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menangkap Kyai Hasyim
dengan tuduhan pembunuhan.
Dalam
pemeriksaan, Kyai Hasyim yang sangat piawai dengan hukum-hukum Belanda, mampu
menepis semua tuduhan tersebut dengan taktis. Akhirnya beliau dilepaskan dari
jeratan hukum. Belum puas dengan cara adu domba, Belanda kemudian mengirimkan
beberapa kompi pasukan untuk memporak-porandakan pesantren yang baru berdiri
10-an tahun itu. Akibatnya, hampir seluruh bangunan pesantren porak-poranda,
dan kitab-kitab dihancurkan serta dibakar. Perlakuan represif Belanda ini terus
berlangsung hingga masa-masa revolusi fisik Tahun 1940an.
Demikian
sekelumit sejarah mengenai KH Hasyim Asy’ari, salah satu tokoh bangsa kita yang
tutup usia pada tanggal 25 Juli 1947
yang kemudian dikebumikan di Tebu Ireng, Jombang. Ikuti terus lampungblogging.blogspot.co.id dan
dapatkan info menarik lainnya. Semoga bermanfaat. Salam Blogging.
Sumber : biografi KH. Hasyim Asy'ari. Lkis,Yogyakarta
, Riwayat hidup dan pengabdiannya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
Sejarah Nasional, Indonesia
No comments:
Post a Comment
Hindari Komentar yang mengandung Spam, P*rn* dan SARA.